[Yang Tak Pernah Lelah Menunggu]
Jeff pulang dalam perasaan dongkol. Seluruh perasaannya berkecamuk, dan semakin memburuk kala melihat Lily keluar dari pintu kamar Biru.
“Mas ud-”
“Mau kamu apa sebenarnya?” Jeff memotong percakapan Lily, menghunuskan tatapan tajam.
“Maksud mas?”
“Cerai. Kenapa tidak kamu tanda tangani sekarang?!”
“Aku tidak mau.”
“Egois kamu, Ly.”
“Bertahun-tahun kamu bermain wanita dibelakangku, kenapa aku yang egois? Sadar nggak sih mas? Diantara kita, kamu yang paling egois!” Lily berteriak marah kepada Jeff. Matanya menatap Jeff berkaca-kaca.
“Saya nggak akan bermain wanita kalau dari awal kamu tidak menerima ini.”
“Pernikahan tanpa cinta ini nggak bisa kamu jadiin alasan buat menghianati tanggung jawab yang udah kamu emban setelah ikrar pernikahan. You did. Kamu udah ngucapin ikrar itu di hadapan banyak orang, dan artinya kamu siap menanggung semua konsekuensi” Lily berkata tegas.
“Kamu tuli?! BERAPA KALI SAYA HARUS BILANG KALAU KITA AKAN BERCERAI. SAYA GAK PEDULI APAPUN LAGI!” Jeff semakin murka karena tersinggung dengan jawaban Lily.
Hening sejenak, keduanya masih saling memberikan tatapan membunuh satu sama lain.
“Karena Sarah?”
Lily berucap. Suaranya bergetar kali ini.
“Kamu ..?” Jeff nampak terkejut.
“APA KARENA WANITA MURAHAN ITU KAMU MAU MENGORBANKAN RUMAH TANGGA KITA?! PIKIR MAS! HUBUNGAN INI BUKAN HANYA ADA AKU DAN KAMU, TAPI JUGA ADA BIRU DI DALAMNYA.” Lily berteriak marah. Perlahan, beberapa tetes air mata telah jatuh dari pelupuk matanya.
“Tiap hari anak kamu menunggu kepulanganmu. Tiap hari ia rindu pada sosok ayah yang bahkan sama sekali nggak pernah ingat tentang dia. Kalau bercerai, gimana aku jelasin semua ini ke Biru? He loves you more than his own world. Perasaan Biru ke kamu itu tulus sebagaimana anak yang merindukan ayahnya. Tapi kenapa kamu tega, Mas? Aku gak masalah kalau selama pernikahan ini nggak pernah ada rasa tumbuh darimu untukku. Tapi enggak dengan Biru. Mau gak mau, Kamu harus punya rasa sayang itu ke dia, kalau kamu masih manusia.”
Lily mulai berderai. Pandangannya menerawang senyum manis yang selalu putranya lontarkan kala menunggu ayahnya pulang di teras, meskipun lebih sering sosok itu tak datang hingga malam menjadi esok lagi, tapi wajah mungil itu tak pernah lelah menunggu.
“Biru bukan anak saya. Jika bukan karena Sarah selingkuh hari itu dan saya hangover, saya tidak akan sudi melakukan hal itu denganmu”
Benar-benar kalimat Jeff sangat tidak beradap.
“Aku tahu kalau kamu berengsek, Mas. Tapi aku ga tahu kalau kamu sebajingan ini”
“Bagus kalau kamu sadar. Cepat tandai surat perceraian ini.” Jeff memaksa tangan Lily memegang bolpoin yang ia bawa. Sedangkan Lily tampak berontak.
“Sebegitu enggannya kamu mengakui Biru? MEMANGNYA KAMU YAKIN KALAU ANAK SARAH ADALAH ANAK KAMU?!”
PLAKK!!!
Sebuah tamparan keras berhasil mendarat di pipi mulus Lily.
“KURANG AJAR KAMU, LY! SAYA DENGAN SARAH SALING MENCINTAI. TIDAK ADA DARI KAMI YANG MENGHIANATI CINTA INI.”
“TAPI DIA ADALAH JALANG! DIA MENGGODA SUAMI ORANG LAIN! DIA WANITA MURAHAN, DIA BAJ-”
Belum usai kalimat Lily, Jeff lebih dahulu kehilangan kesabaran. Tangannya mulai terangkat kembali. Saat tangan itu hendak menyentuh tubuh Lily, ada tangan kecil yang lebih dahulu mencoba untuk menghentikannya. Kalap, Jeff begitu kalap hingga ia menghempaskan tangan beserta tubuh itu dengan kuat. Benar-benar tubuh kecil itu terpelanting beberapa depa, dan nahasnya, tubuh kecil itu ditangkap oleh ujung tangga.
Semuanya tampak begitu cepat. Lily langsung merasakan lemas luar biasa kala melihat tubuh kecil itu menggelinding di anak tangga. Sedangkan Jeff, ia tidak tahu apa yang dia rasakan kini. Yang ada, hanyalah perasaan kosong yang tiba-tiba menyeruak hebat di relung hatinya.
“Bi..ru..?” Lily bergetar memanggil nama putranya. Air matanya tak lagi bisa ia bendung saat ini. Dengan langkah cepat, Lily berlari ke arah tangga, mendekap sang putra yang kini telah berlumuran darah.
“Biru denger Bunda? Biru.. Biru!” Lily mencoba meraih kesadaran Biru.
Jeff yang merasakan sedikit rasa bersalah, ikut mendekat ke tubuh Biru. Sedangkan Biru, malah berusaha tersenyum ketika melihat sang ayah mendekatinya.
“Ya..yah.. nda.. ja..ngan.. bel..a..tem.. ka..ta bu ..gulu.. ndak..b..gus” Biru berucap pelan saat kedua orangtuanya mendekatinya. Masih terekam jelas dalam otaknya bahwa Bu Guru di sekolah pernah menasehatinya tatkala ia bertengkar dengan Haekal.
“Biru..” Lily menangis, memeluk tubuh itu. Tak kehilangan akal sehat, Jeffrian menarik dekapan Lily. Lalu segera menggendong Biru.
“Ke rumah sakit sekarang.” Itu suara datar Jeff kala melihat Lily menangis.
“Bi..lu..ndak..pa..pa” Biru berucap saat Jeff mulai mengangkat tubuhnya.
Lily menangis mendengar suara Biru yang terdengar lemah. Sedangkan Jeff hanya menatap manik indah itu dengan tatapan yang sangat sulit ia definisikan.
“Ja..ngan.. ke lumah..sakitt... kan ya..yah ndak pelnah gen..dong Bilu... halus..nya..kit..a ma..in..bel..sama..”
Sea