[The Fact]

Brak!!!

Suara pintu terbuka dengan paksa memecah sunyinya kamar Antares. Disana, di depan pintu, berdirilah sosok Langit yang kini berwajah merah disertai napas yang tersengal-sengal.

“MAKSUD LO APA ANJING! GUE-GUE ANAK KANDUNG JAINENDRA. LO TUH CUMAN ORANG GATAU DIRI YANG NUMPANG DIRUMAH INI. GAUSAH NGAKU-NGAKU BANGSAT!”

Langit menarik kerah baju Ares. Suara Langit begitu lantang, meskipun napasnya terengah tidak beraturan.

“Apa? Lo perlu bukti? Lihat pakek mata lo! Saatnya lo sendiri keluar dari zona nyaman yang dibuat papa mama dengan nyakitin gue”

Ares melemparkan hasil tes DNA kepada langit. Meskipun nampak datar, namun suara Ares juga terdengar sedikit bergetar.

“GAK MUNGKIN! INI PASTI BOHONG!BANGSAT-BANGSAT!!!”

Bugh!!Bugh!!Bugh!!

Tiga kali, Langit membogem Ares dengan beringas. Ares yang merasa terancam pun refleks memberikan perlawanan. Namun nahas, saat Ares balik meninju Langit, tiba-tiba pintu kamar terbuka lebar, menampilkan wajah kedua orangtua beserta kakakknya yang panik karena melihat Langit duduk di lantai dengan meremat dadanya kuat.

“LANGIT!!!” Erina histeris. Ia mendorong Ares menjauh. Ditatapnya Ares dengab pandangan benci yang amat dalam,

“Kalau sampai ada apa-apa dengan Langit, sampai kamu mati pun saya tidak sudi melihat wajahmu!”

Abai dengan kalimat Erina, dengan langkah tergopoh, Juno langsung menggendong Langit keluar dari kamar, tak lupa ia sempatkan menatap tajam mata Ares juga.

“Anak kurang ajar. Sia-sia saya menampung kamu!”

Ares terdiam sejenak. Hatinya terasa nyeri saat ini. Ia menatap kepergian orangtuanya dengan tatapan terluka. Sebegitu tidak ikhlasnya mereka kalau Ares tinggal disini?

Belum sempat meratapi diri lebih lanjut, sebuah bogeman keras menghantam tubuh Ares hingga tubuh ringkih itu tertangkap pojok meja, membuat kening putih itu mengeluarkan cairan kental bewarna merah. Seketika rasa pening luar biasa menyerang Ares. Samar-samar, Ares masih dapat mendengar bagaimana Archtur dan Cano memakinya kali ini.

“Bener kan yang gue bilang? Harusnya dari awal lo gak pernah masuk ke rumah ini. Lo tuh cuman bajingan yang numpang di rumah ini tanpa rasa malu plus gatau diri. Enyah lo”

Itu suara Archtur. Ares terdiam, tak menyahut.

“Rumah ini pasti bakal jadi lebih baik, kalau lo gak ada disini...”

Itu suara Cano yang dapat Ares dengar sebelum kegelapan benar-benar merenggut keasadaran dan rasa sakit dari hatinya yang terluka.


-Sea