[Terjebak]

Jam dinding sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Namun mata sipit itu belum juga bisa terpejam. Sejenak ia menarik napasnya dalam-dalam guna menstabilkan jalur napas yang ia rasa mulai sesak.

Tubuhnya terasa lelah luar biasa, namun daritadi usahanya untuk menidurkan diri tak kunjung berbuah. Tiap kali ia akan terbawa mimpi, gejolak di perutnya selalu memberontak, hingga membawanya ke kamar mandi.

Ael lelah. Ia merasa ingin saja menidurkan diri di depan kloset daripada harus bolak-balik dari tempat tidur ke sini.

Ttok ttok ttok

Terdengar suara pintu terketuk. Namun Ael terlalu lemas untuk sekedar menjawab.

Sedangkan, dibelakang pintu sana, seorang pemuda berdimple sedang berdiri di depan pintu dengan tangan yang membawa nampan berisi minuman.

Merasa tak kunjung mendapat balasan, pemuda itu membuka pintu dengan mandiri. Setelah masuk, dilihatnya ranjang tidur itu nampak kosong dan berantakan.

Juna menaruh nampan di nakas, lalu duduk di tepi ranjang Ael sembari mengamati bagaimana bentuk dan isi kamar adiknya itu. Sungguh aneh ternyata, kamar adiknya itu meskipun luas, nyatanya nampak sangat sederhana, tak lebih mewah dari kamar yang ia dan saudaranya tempati, padahal notabenya Ael lah yang merupakan tuan rumah disini.

Rasa penasaran itu langsung tergantikan dengan rasa khawatir tatkala suara gemericik air yang tadi terdengar, kini malah terdominasi dengan suara orang muntah.

“El, lo oke?” Juna bertanya, namun tak ada jawaban apapun dari dalam kamar mandi.

Karena khawatir, Juna langsung membuka kamar mandi itu, dan dapat ia lihat bahwa Ael sudah duduk bersimpuh di depan kloset dengan tangan yang sengaja ia masukkan ke mulut.

“Heh, lo apa-apaan? Itu bikin muntah anjir” Juna panik melihat perilaku Ael, tangannya dengan gesit menarik tangan yang Ael gunakan untuk merogoh tenggorokannya sendiri.

“Enggak.. nggak.. harus muntah.. Aell.. hoek...” Ucapan Ael terputus kala ia gejolak itu keluar dari tenggorokannya. Tak ada apapun yang keluar dari mulut Ael kecuali air bewarna jernih, yang tandanya memang sudah tidak ada apapun di perut yang bisa Ael muntahkan.

“Heh?! Lo nggak papa?”

“A- Ael harus muntahin donatnya.. kepala Ael sakit... oma marah.. Ael harus..”

Juna terhenyak mendengar penuturan lemas dari adik tirinya itu. Kemarin ia memang mendapat cerita dari Mas Rama kalau adiknya itu tidak baik-baik saja, tapi ternyata ini lebih buruk dari yang ia bayangkan.

“Ael.. Udah.. disini ada Abang. Nggak ada oma atau siapapun yang bakal marahin kamu.” Juna mencoba menenangkan Ael, membantunya berdiri untuk berjalan ke arah ranjang. Sedangkan Ael hanya menatap kosong, matanya tampak memerah, kulitnya nampak begitu pucat, dan seluruh badannya terlihat bergetar.

“Oma jahat ke Ael... A-Ael harus telan donatnya kalau nggak nanti Oma marah terus pukul Ael.. Ael takut...” Ael tiba-tiba menangis hingga membuat Juna bingung sendiri.

“Ssst.. udah.. Ael pasti capek. Sekarang tidur ya? Abang temenin sambil puk-puk. Udah, tutup mata Ael, percaya sama Bang Juna kalau nggak akan ada orang yang sakitin Ael.” Juna mencoba menidurkan Ael dengan cara memeluk bocah itu sembari mengelus kepalanya pelan.

Beberapa menit berlalu, dan benar saja Ael sudah terbawa ke dalam alam mimpi.

“Semenakutkan itu sampai bikin kamu nangis saat tidur kaya gini?” Juna berujar pelan kala mendengar isak kecil dalam tidur Ael.

Sebenarnya apa yang telah dilalui adiknya ini?


“Ael sayang.. Bangun. Oma bawakan donat coklat kesukaanmu. Kamu senang kan?” Suara wanita yang akhir-akhir ini terdengar menyeramkan di telinga Ael, membuat tidur bocah itu terganggu.

Badan kecil itu langsung bergetar hebat kala netranya menangkap wajah wanita monster itu.

“Kenapa gemeteran gitu, hmm? Ael takut sama oma?” Wanita itu bertanya sambil terkekeh. Sedangkan Ael kecil malah memejamkan matanya erat agar tak bersitatap dengan 'oma'nya.

“KALAU ORANG BICARA ITU DITATAP, AEL!”

Wanita itu berteriak, tangannya menarik paksa kepala kecil itu, hingga rambutnya ikut rontok dalam genggaman kasarnya.

“Nah, lihat mata oma seperti ini sayang... sekarang, Ael makan ya. Sudah dua hari tidak makan kan? Ini oma bawakan makanan kesukaan kamu.”

Wanita itu tersenyum. Tangannya menyuapkan satu donat ke arah bibir mungil itu. Ael menggeleng menatap donat itu hingga membuat wanita tua itu marah.

“MAKAN!” Wanita tua itu langsung memasukkan satu donat utuh ke dalam mulut Ael kecil. Belum sempat Ael mengunyah donat itu, satu donat lagi kembali dijejalkan. Ael ingin sekali memutahkan makanan dalam mulutnya, namun tangan wanita tua itu lebih dulu membekap mulut kecilnya.

“Huk..uhuk..uhuk.. hah .. hoekk” Ael tersedak hebat, sebagian donat itu berhasil masuk kedalam kerongkongannya, namun sebagian lagi ia muntahkan. Seluruh bagian kepala anak itu terasa sakit, apalagi saat ada beberapa remah kacang dan coklat yang keluar dari hidungnya saat tersedak tadi.

“O..m..a..a...ir..”

“SAYA BILANG MAKAN KENAPA KAMU MUNTAHKAN, ANAK TIDAK TAHU DIUNTUNG!!!”

PLAAK PLAK PLAK BUGH

Wanita tua itu marah, lalu menampar dan memukul Ael kecil dengan membabi buta. Usai puas dengan kelakuannya, wanita tua itu meninggalkan Ael kecil dengan sakit yang menderanya tanpa air seteguk pun.

Dan mulai hari itu.. Tak ada lagi hal manis yang Ael suka. Karena nyatanya, setelah hari itu memang tidak pernah ada hal manis dalam hidupnya, semuanya telah tertelan oleh pahit bertahun silam yang sampai saat ini masih membekas dengan dalam.


Sea