[Terima kasih]
Hari ini Jeno lebih baik dari hari kemarin. Pancaran wajahnya benar-benar seperti orang yang sangat sehat. Ia sudah mulai meminta ini dan itu, mengomel, bahkan tertawa lepas. Seperti halnya hari ini, Jeno merengek pada dokter Tama agar ia bisa bertemu dengan Hadin, Naran, Juan, dan Isva serta Marven sekaligus. Awalnya dokter Tama menolak karena bocah itu benar masih dalam perawatan intensif, namun perkembangan yang baik membuat dokter Tama mengabulkan permintaan Jeno.
“What’s upp broo!!!” Suara Juan langsung menggema memenuhi ruang inap.
“Jangan ramai-ramai njir, ini bukan habitat lo ya.” Naran menyahuti suara Juan.
“HEH! NGATAIN HABITAT. LO KIRA GUE MONYED?” Juan tak terima. “ Syukur deh, paham.” Hadinata juga menjawab membuat Juan semakin ngambek.
“Sialan” ucap Juan yang membuat orang-orang di dalam ruangan itu terkekeh.
“Gimana, Jen? Ada yang masih sakit? Jahat bener kamu nggak ngebolehin Hadin masuk ruangan dari kemarin.” Hadinata bertanya dan menyalangkan protes. Jeno hanya tersenyum memperlihatkan eye smilenya menanggapi Hadin.
“Bokap gue baik gak sama lo? Bilang aja kalau dia aneh-aneh, emang agak freak orangnya.” Naran berucap.
“Ayah Naran? Dokter Tama? Wahhh enggak kok. Dokter Tama baik banget sama Jeno. Buktinya nih, Jeno udah baikan. Lagipun beliau yang udah kasih kalian izin masuk ke sini” Jeno tersenyum manis.
“Izin apanya? 15 menit doang anjer? Itu mah buat sepikap sepikap cuman dapet satu topik aja udah selesai” Dume Juan lagi.
“Lo mah gatau rasa berterima kasih mending diem aja, Nyet” Isva jengah dengan Juan.
“lima belas menit itu berharga lho, Ju. Jangan disia-siain.” Jeno menyahut.
“Oh iya! Jeno apa kabar? Buruan sembuh ya! Isvaa kangen nih bisa ngantin bareng” Isva berkata antusias dan lagi, Jeno hanya tersenyum.
“Cepat sembuh, Bro! Gue masih ada janji nih mau beliin lo seblak segrobaknya.” Juan tersenyum hangat kepada Jeno dan Jeno hanya mengangguk.
“Sorry kita datang gak bawa apa-apa. Kata bokap gue gak boleh bawa makanan dari luar.” Ungkap Naran sedikit menunduk.
“Kata siapa? Kedatangan kalian hari ini itu oleh-oleh kok buat Jeno.” Jeno menyahut dengan senyuman yang ramah.
Perlahan Jeno menatap wajah teman-temannya satu persatu. Ia tamati dengan lekat bagaimana senyum terukir di wajah indah mereka. Hanya menatap lekat namun tak terasa waktu beputar begitu cepat. Saatnya ketiga temannya harus pergi meninggalkan ruangan Jeno. Tepat sebelum menyentuh pintu keluar, suara Jeno kembali menguar dalam ruangan.
“Juan, Narayan, Isvara, terima kasih ya sudah menjadi teman Jeno”
-sea