[Teman untuk Biru]

“Laut, kan? Gue Hekal, yang kemarin dari grup” Sebuah tangan berkulit tan terulur di depan wajah Laut.

Laut yang tadinya hanya menatap lapangan basket dari jendela kelasnya, kini menatap lekat pemilik tangan tersebut. Tangan salah satu orang yang paling Ia rindukan di sini.

“Eh bocah malah plonga-plongo. Iya, gue tahu, gue emang ganteng”

Ia masih tetap sama. Masih sangat PD dan menggemaskan seperti Haekal yang ia kenal sepuluh tahun yang lalu.

“Terpesona apa gimana lo sama Hekal? Anjir gue juga pegel nih udah ngangkat tangan daritadi” Lelaki imut di sebelah Haekal ikut menggerutu. Nakula, ia masih saja bawel, membuat Laut sedikit terkekeh.

“Malah ketawa. Songong banget tangan gue dianggurin” Haekal memberengut. Niatnya ingin berteman baik pun rasanya sudah mengampas. Ia kesal saat si Laut ini seperti tidak ingin berteman dengan mereka. Buktinya ia bahkan tidak mau membalas uluran tangannya.

Sedikit badmood, dengan kesal Haekal hendak menarik tangannya, tetapi terlebih dahulu sebuah tangan yang tak terasa seperti tangan mencekal lengan itu.

“Sorry.. sorry. Tangan gue agak lama buat dikendaliin hehehe kalau pakai tangan kiri takut gasopan.”

Laut tersenyum memunculkan sabit di wajahnya. Lain halnya, Haekal yang kini menatap tangan —yang ternyata merupakan tangan buatan — itu dengan perasaan terkejut serta menyesal sekaligus.

“Maaf, gue gatau kalau tangan lo sakit.” Haekal mengucap maaf.

“It's okay. Kalian kan emang gatau. Dan gue sebenernya juga gapengen kalian tau” Laut menjawab sambil terkekeh.

“Kenapa? Kalau lo ngomong kan kali aja kita bisa bantu kalau lo ada butuh sesuatu.” Nakula menimpali.

“Gak papa. Gue gamau dipandang beda. Kalian pun, jangan pernah lihat gue sebagai orang cacat ya? Jangan kasihan sama gue karena sikap kasihan kalian bakal jadi beban buat gue. Cukup kalian yakin aja kalau gue bisa, toh gue juga udah kebiasa sama keadaan kaya gini.”

Laut menatap ketiga temannya dengan tatapan tegar yang disertai senyum. Anak itu memang tersenyum, namun entah bagaimana matanya dapat menyiratkan luka sekaligus.

“Btw, thanks buat nerima gue sebagai teman kalian. Gue bersyukur banget. Dan kayanya bakal selalu bersyukur buat pertemanan kita ini.”


—Sea