[Rosaeline’s feeling]
“Bisakah kau mendidik anak? Sebenarnya, apa yang selama ini kamu lakukan? Jangan biasakan dia manja di rumah orang lain.”
Pradip berujar ketus sembari menyesap kopi di sofa kamarnya.
“Excuse me? Rumah orang lain? Ini rumahnya, Pradip. Biarkan dia bersikap selayaknya ini miliknya! Aku heran, seorang Pradipa Jauhar mau memasuki kamar wanita ini hanya karena secangkir teh dan beberapa remah roti yang dimakan oleh putranya sendiri? Ahahah aku kehilangan kata-kata.” Rosaeline tersenyum remeh sembari membersihkan makeup di wajahnya.
“Jaga batasanmu, Rosa!” Pradip berkata keras, harga dirinya sedikit tersentil karena mendengar ucapan Rosa.
“Apa?! Kurang jaga batasan bagaimana lagi aku?!” Rosa tersulut.
Pradip memunculkan senyuman miring, sembari menaupkan tangannya pada dagu Rosaeline.
“Apa kau lupa bahwa aku adalah Pradipa Jauhar? Aku bisa menghilangkan orang yang menghalangi jalanku.. bahkan tanpa bersuara.”
Rosaeline terdiam. Ia tatap lekat mata angkuh itu. Memuakkan.
“Apa kau juga lupa? Hanya dengan satu kalimatku di depan kamera, aku bisa memastikan keluarga bahagiamu itu hancur, Pradip. Ahhaha” Rosaeline terkekeh.
“Oh iyaa, bagaimana jantung anak kesayanganmu itu kalau tahu bahwa dia yang selama ini dilabeli dengan ‘permata Pradipa’ hanyalah seorang anak haram? Apakah jantungnya masih akan berdetak? Atau—“
PLAKK!!!
Tangan besar Pradip dengan entengnya menampar pipi putih Rosaeline. Membawa suara nyaring dan jejak merah disana.
“Aku akan memastikan bahwa kamu tidak bisa menyentuh seujung kuku pun milik keluargaku.”
Rosaeline menatap Pradip dengan mata yang memerah. Bukannya takut dengan ucapan Pradip, ia malah tertawa kencang selayaknya orang gila.
“Ouhh maaf.. maaf.. ini sungguh lucu” Ia memainkan tangan untuk mengusap air mata akibat tertawa terlalu kencang.
“Lucu sekali kamu memainkan peran sebagai ayah heroik disini. Ayah yang sangat sayang pada anak-anaknya ahahaha bullshit! Kau bahkan tidak bergeming saat anakmu mati didepan matamu, Pradip! Aku benar-benar ingin tahu, apakah pernah ada rasa kesedihan dihatimu atas kepergian Jazel?” Rosa menatap wajah Pradip lekat, mencoba mencari jawaban pada raut datar itu.
“Anak nakal itu… bahkan.. disaat terakhir napasnya, dia hanya memanggil namamu… anak itu memanggil namamu… apa kau membalas pnggilannya? apakah kau pernah memanggil namanya barang sekali?” Suara Rosa melembut. Tanpa Pradip sangka, wajah Rosaeline yang awalnya marah, kini sudah berderai air mata.
“Anak-anakku.. mereka tidak punya ayah. Jadi, jangan terlalu mengomentari bagaimana tingkah lakunya. Kamu jahat, Pradip.. kamu.. lelaki paling berengsek yang pernah aku temui. Aku menyesal. Aku merasa bersalah dengan putra-putraku. Andainya waktu bisa diulang, aku tidak akan pernah lagi mau untuk mengenalmu, Pradipa Jauhar.”
——- Sea