[Kedatangan]

Ares memasuki bangunan berbau antiseptik itu dengan susah payah. Jujur saja, akhir-akhir ini tubuhnya terasa sakit dan lemas. Kakinya membengkak dan terasa berat. Bahkan bagian perutnya seperti ditindih dengan beban berpuluh kilo.

Dengan perlahan Ares mengetuk pintu ruangan bertuliskan dr. Bara Senapatih, Sp.PD-KGH.

Ttok ttok ttok

“Masuk” terdengar sautan dari dalam.

Baru saja membuka pintu, kepala Ares tiba-tiba terasa pening. Hampir saja tubuhnya limbung menghantam lantai apabila dokter Bara tidak cepat menangkapnya.

“EHHHH -EH – Antares!” Refleks Bara, berteriak.

Ares tak memberikan respon apa-apa. Dengingan di telinganya semakin menjadi bersama dengan kegelapan yang merenggut kesadarannya.


“Engh..” Pemuda itu melenguh kecil tatkala matanya berusaha beradaptasi dengan lampu ruangan yang terasa begitu terang.

“Sudah sadar?”
Ares kenal, itu suara dokter Bara. Dan ia hanya mengangguk.

“Apa-apaan kamu ini? Datang dengan kondisi buruk sekali. Kaki bengkak, perut kembung parah, hipotensi.” Dokter Bara mengomel, lalu menekan perut kembung Ares.

“Arghh” Ares berteriak tatkala tekanan Bara pada perutnya terasa sangat menyakitkan.

Bara menghela nafasnya sejenak.

“Secepatnya harus kita lakukan hemodialisa.”

Ares tertegun dengan penuturan Bara.

“Separah itu udahan?”

Bara hanya mengangguk.

“Kamu butuh tanda tangan orang tua kamu untuk persetujuan cuci darah ini”

“Tidak perlu, dok.” jawab Ares dengan pandangan lurus menatap langit-langit kamar.

“Tapi kamu masih dibawah 17 tahun”

“Saya masih belum dianggap dikeluarga saya dok secara negara hehe. KK saya terdaftar dalam kartu ibu dan kakak saya, sedangkan keduanya telah meninggal dua minggu yang lalu. Jadi, kalau butuh wali untuk tanda-tangan, bolehkah saya minta tolong kepada dokter?” Ungkap Ares dengan mata yang berkaca.

Sejenak Bara sedikit kebingungan dengan maksud Ares. Namun pada akhirnya dia menyetujui apa yang Ares minta.

“Kamu tidur dulu aja ya. Saya siapkan dulu prosedur pengobatan kamu.” Bara mengelus rambut Ares lembut, lalu meninggalkan Ares.

“Terima kasih, dok”

Langkah kaki Bara berhenti. Sedikit ragu, namun ia membalikkan badan miliknya.

“Untuk apa?”

“Terima kasih sudah mengkhawatirkan saya. Karena hal itu, membuat hati saya menghangat”


-Sea