[Kapan Ayah Percaya?]
Laut tersenyum ketika matanya menangkap siluet mobil HRV putih yang sangat ia kenali itu.
“Lama ya? Maaf ya, tadi ayah kena macet” Damar berucap kala tubuh putranya itu memasuki mobil dengan tubuh yang penuh peluh.
“Gak papa. Gak lama kok. Tadi tuh ditemenin sama temen Laut. Cuman mereka sekarang ada rapat buat sportday besok senin.” Laut berucap sembari menyenderkan tubuhnya. Sejujurnya kakinya pun terasa sedikit kebas karena sempat berdiri menunggu jemputan selama 15 menit.
“Ayah, besok kalau nggak ada yang bisa anter aku, mending aku ojol aja. Jangan bilang ke Renja. Kasian, dia nanti repot.” Laut memanyunkan bibir, membuat Damar terkekeh gemas.
“Memangnya kenapa?” Damar menggoda.
“Kan akutuh bukan anak kecil lagi ayah. Meskipun aku cacat, aku bisa buat ngelakuin hal sepele kaya gini. Ayah jangan kasian terus batasin aku buat lakuin hal-hal remeh kaya gini bisa, gak?”
Suara Laut yang meninggi membuat Damar memelankan laju mobilnya. Bukan pertanda baik kalau putranya itu menjadi sensitive seperti ini.
“Kamu sakit? Ada yang ngerasa gak enak? Bilang sama ayah hmm?” Damar berucap lembut sembari melayangkan tangan kirinya untuk mengecek suhu tubuh Laut.
“Aku baik-baik aja.” Laut menampik tangan halus Damar.
“Baik darimana? Badan kamu panas gini. Pasti kaki sama tangan kamu juga kebas.”
“Ayah bisa gak sih percaya sama aku sekali aja? Ayah jangan berlebihan kaya gini. Rasanya aku jadi orang yang gak berguna tau gak sih yah?” Damar terdiam. Ia hanya mengelus punggung Laut yang bergetar. Tidak bagus untuk menjawab Laut saat anak itu sedang seperti ini.
“Iya, maafin ayah ya?”
“Sebenarnya kapan?.... kapan ayah bakal percaya sama aku?”
Sea