[Doa yang Belum Terwujud]
Malam ini, suasana terasa begitu damai bagi Jeno. Untuk pertama kalinya, ia tidur di tengah Jeffrey dan Anne. Meski dengan merengek dan menampilkan raut yang sangat membuat iba. Sejujurnya, Jeffrey menolak untuk ikut tidur di bed pasien Jeno. Bukan karena ukuran bed — karena ia memesankan kamar VVIP yang mempunyai bed cukup luas— namun karena takut akan menyenggol peralatan yang masih digunakan bocah itu. Semenjak bangun kemarin, Jeno memang masih menggunakan alat bantu pernapasan karena ia masih sulit bernapas sendiri. Bahkan bocah itu seharusnya masih dilarang banyak berbicara dahulu, namun entah mengapa dia menjadi cerewet sekali semenjak Jeff memeluknya kemarin.
“Yah?” suara Jeno mencuat memanggil sang ayah karena bunda sudah tertidur di sampingnya.
“hm?”
“Kak Marven marah ya sama Jeno? Kenapa dari kemarin gak jenguk ?” Jeno bertanya dengan suara kecil sembari memilin selimutnya. Jeff tersenyum halus, lalu ia ulurkan tangannya untuk mengelus surai Jeno.
“Kata siapa marah? Kata siapa gak jenguk? Kemarin semua jenguk Jeno. Ada Kak Marven, Mami Krystal, uncle Kean, Hadin, bahkan teman kamu yang baru.”
“Juan, Naran, sama Isva juga ada?” Jeno bertanya lagi dan Jeffrey hanya mengangguk.
“Kok gabilang Jeno? Kok gak masuk ke ruangan Jeno?” Tanya Jeno lagi mengerucutkan bibir.
“Ya gimana mau masuk? Kan Jeno masih di ruang intensif, yang boleh masuk cuman dua. Dari kemarin yang rewel gak mau ditinggal ayah sama bunda siapa?” Jeff sedikit mengejek. Sungguh, ia menikmati bagaimana ekspresi cemberut Jeno kali ini.
“Huh. Padahal kan Jeno juga pengen ketemu” suara Jeno memelan.
“Besok-besok bisa kok ketemu. Ayah bakal kasih izin buat main bareng”
“Iyasih ayah kasih izin, tapi Tuhan bakal kasih atau engga....” Jeno bergumam sangat pelan, namun masih dapat tertangkap oleh telinga Jeffrey dan Anne yang ternyata tengah terbangun dari tidurnya.
Sejenak ada perasaan aneh yang menggelayar di dalam hati Jeff dan Anne. Sebuah rasa asing yang membuat mereka terasa mati rasa seketika.
“ekhemm! Lagi ngomongin apa sih bapak-anak ini? Jeff! Jeno masih sakit, malah diajak begadang.” Anne mencoba memecah keheningan dengan memarahi Jeffrey membuat Jeno terkekeh.
“Oh iya, tiga minggu lagi Jeno mau ulang tahunnya dirayain dimana?” Anne bertanya dengan antusias.
Bukannya menanggapi dengan antusias juga, Jeno malah terlihat lesu. Bibirnya memang tersenyum, namun matanya memancarkan luka. Jeff dan Anne tiba-tiba gelagapan sendiri melihat perubahan Jeno.
“Jagoan ayah kenapa? Hmm?” Jeffrey mencoba bertanya. Jeno hanya menggeleng.
“Udah hampir sepuluh tahun dan Tuhan belum dengar doa ayah bunda di hari ulang tahun Jeno. Maaf ya Yah, Bun. Mungkin secepatnya akan terwujud.”
-Sea