[Condition]

Altair berlari seperti kesetanan menuju ruang operasi. Tadi saat ia sampai di IGD, pihak IGD mengatakan bahwa Ares sudah dibawa ke ruang operasi untuk menghentikan pendarahan internal.

Altair memelankan langkahnya ketika netranya telah menangkap tiga sosok yang tengah terduduk di depan ruang operasi. Ada mama di kursi paling ujung dan ada Archtur yang memiliki beberapa plester luka yang kini tengah menyederkan kepalanya pada bahu Cano.

“Ma..” Alta mendekati Erina yang nampak benar-benar kacau saat ini. Beberapa bagian tubuhnya nampak lecet, rambutnya berantakan, jejak air mata masih tercetak jelas diwajah ayu wanita itu, hingga Alta menangkap bagaimana baju depan wanita itu sudah berlumur darah hampir sepenuhnya.

“Mama gak papa?” Alta mendekati Erina, bukannya menjawab, Erina malah mendekap tubuh Altair, lalu menangis sesenggukan disana.

“Mama udah jahat sama Ares. Mama.. mama.. mama dosa.. mama gak pernah baik... tapi dia selalu baik sama mama...” Erina terisak, Altair hanya mampu mengelus punggung kecil itu dengan lembut.

“Mama takut... mama takut kalau Tuhan hukum mama dengan ini semua.. mama.. mama.. hiks .. mama gak bisa ...” Erina semakin terisak.

“Mah, udah. Kita gak bisa ngulang segala kejadian yang udah berlalu, jadi sekarang, yang terpenting kita doain Ares ya? Semoga Ares baik-baik aja” Alta memberikan penjelasan dengan lembut kepada Erina.

Dua jam berlalu hanya berisi dengan keheningan. Hingga pintu pada ruangan itu terbuka menampilkan wajah letih dari dua orang dokter yang tadi menangani Ares. Diantara kedua dokter tersebut, hanya satu dokter yang dikenali Alta, yaitu dokter Bara.

“Bagaimana keadaan putra saya, Dok?” Erina berdiri lalu menghujani dokter itu dengan pertanyaan.

Kedua dokter itu tak menyahut, tampaknya mereka sedang menimang apa yang ingin diutarakan.

“Begini bu, operasi ini hanya operasi untuk menghentikan pendarahan internal nak Ares.” Dokter yang lebih muda itu diam lagi setelah mengucapkan kalimat tadi.

Diawali dengan helaan napas, dokter Bara akhirnya membuka suara.

“Kecelakaan tadi mengakibatkan fraktur pada paha sebelah kanan, fraktur pada tulang rusuk yang menyebabkan ada beberapa bagian tulang rusuk yang berhasil merusak dinding paru-paru Ares.”

Erina merasa lemas luar biasa. Alta dan Cano juga nampak terdiam, memikirkan betapa buruknya kondisi adik kandungnya itu.

“Mohon maaf, harus saya katakan bahwasannya bukan itu saja.” Dokter Bara kembali berucap, membuat hati keempat orang yang ada disana semakin berdebar kencang.

“Benturan pada bagian perut juga menyebabkan ginjal kanan milik Ares pecah, sehingga harus dilakukan pengangkatan organ. Padahal seperti yang anda ketahui, bahwa Ares memiliki masalah dengan ginjalnya. Sebelum kecelakaan, hanya sekitar 60% kinerja ginjalnya. Jadi, dengan pengangkatan ginjal, akan beresiko bagi keselamatan Ares.”

Erina terisak mendengar penjelasan dari dokter Bara. Rasanya dunia miliknya seakan runtuh dalam sekejap.

“Apa tidak ada cara lain yang bisa dilakukan untuk mempertahankan adik saya, dok?” Cano bertanya dengan suara yang bergetar.

Dokter Bara kembali menghela napas, lalu menggeleng pelan.

“Sayangnya tidak ada. Meskipun terlalu berisiko, tapi hanya itu satu-satunya jalan yang dapat dilakukan. Dan belum lagi, ketika operasi lanjutan ini berhasil, secepatnya Ares juga harus mendapatkan donor ginjal yang baru”

“Lalu tindakan selanjutnya bagaimana dok?” Kini berganti Alta yang bertanya.

“Kita tunggu sampai keadaan vital Ares cukup membaik, setelah itu akan kami lakukan operasi lanjutan. Operasi lanjutan ini akan melibatkan tiga dokter sekaligus yaitu dokter ortopedi, bedah thorax, serta saya yang akan menangani ginjalnya. Sampai saat itu tiba, tolong kuatkan doa kalian agar Ares bisa tetap bertahan. Karena saat seperti ini, satu-satunya hal yang dapat kita lakukan adalah berdoa dengan kekuatan penuh kepada Tuhan”


Sea