[Another Life]

Detik terus berlalu menghantarkan keluarga Jainendra pada waktu yang sebenarnya ingin mereka hindari. Semalaman tak ada dari mereka yang dapat tertidur, bahkan Erina isi malam utuhnya untuk menangis disamping putra yang akan ia lepas itu.

“Anaknya Mama.. Antares.. Anak mama yang paling hebat... “

Erina bergumam pelan disamping telinga Ares. Tangannya ia gunakan untuk mengelus surai Ares lembut.

“Maaf... Maaf... Maaf sayang... Mama udah jahat sama kamu, nak.. Maaf.. Mama udah egois nahan kamu sakit sendirian selama ini... maaf.. maaf.. Sebelum pergi, Mama pengen Ares tahu kalau Ares itu putra yang mama banggakan. Ares udah jadi anak baik selama ini. Ares juga udah jadi anak yang sangat kuat.. “

Erina menangis lagi dan lagi. Rasa bersalahnya kepada Ares begitu dalam dan besar membuatnya merasa jadi ibu paling berdosa di muka bumi ini.

“Anak mama udah cukup sedihnya.. udah cukup sakitnya disini.. sekarang... “

Erina menarik napasnya. Lidahnya kelu, dan dadanya terasa luar biasa sesak.

“Sekarang.. Ares jemput bahagianya Ares ya.. Mama... mama ikhlas sayang”

Tepat setelah kalimat berat itu menguar. Erina mengecup kening Ares. Sangat lama, ia mempertahankan posisi itu, hingga air matanya jatuh terurai di pipi tiru Ares.

Sepersekian detik berlalu, bersamaan dengan air mata Erina, beberapa bulir air juga menetes dari kelopak yang masih terpejam itu. Dan taklama suara bising elektrokardiogram dan sirine code blue memenuhi penjuru ruang disertai tubuh yang Ares yang tiba-tiba mengejang hebat membuat siapapun yang ada di ruangan itu menjadi kalang kabut.


Kita tidak pernah tahu, apa yang Tuhan telah tulis dalam skenario kehidupan kita. Terkadang Tuhan ingin menguji sejauh mana hati kita dapat mengikhlaskan segala kehendakNya sebelum Ia memberikan hal yang berkali-kali lipat indah dibalik itu semua.

Hal itulah yang mungkin juga terjadi dalam keluarga Jainendra. Setelah mereka memutuskan untuk ikhlas mengembalikan titipan-Nya kembali, hal yang tak pernah mereka duga kembali terjadi lagi.

Benar, selalu datang keajaiban bersama orang-orang yang luar biasa. Kali kedua keajaiban itu menjadi hadiah indah dalam keluarga yang telah lama tak menunjukkan rona bahagianya.

Ini sudah dua minggu berlalu dari hari dimana mereka akan melepas kepergian Antares. Setelah Ares kejang hebat pagi itu. Namun tiba-tiba dengan kuasa Tuhan, kelopak itu malah terbuka untuk pertama kalinya setelah enam bulan terpejam erat.

Ya, sudah dua minggu Ares terbangun dengan keadaan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Jika dulu, ia selalu terbangun sendirian, Kali ini setiap ia bangun ia pasti akan menemukan orang yang menunggu di sampingnya, entah itu mama, papa, kakak-kakaknya, atau bahkan semuanya. Ares terbangun di kehidupan yang sama, namun dengan perasaan yang amat sangat berbeda. Kehangatan dan rasa sayang yang dulu hanya sebatas angan kini menjadi nyata di hadapannya. Bagaimana jika rasa bahagia ini hanya bunga tidurnya saja?

“Dor!”

Suara Cano membuat Ares terkejut.

“Ngelamunin apa, hmm?” Tanya Cano sembari mengusak rambut Ares pelan. Sedangkan Ares hanya menggeleng pelan.

“Butuh apa, dek? Mau minum nggak?” Cano bertanya. Dan Ares mengangguk pelan.

Dengan sangat hati-hati, Cano membantu menyendokkan air minum ke bibir Ares, takut kalau anak itu tersedak.

“Ukh!! Ukhh ! Ukh!”

Dan benar, Ares lagi-lagi tersedak hebat saat ini. Cano buru-buru menepuk dada Ares pelan, membantu meredakan batuk adiknya itu. Setelah reda, Cano juga mengambil tissue, mengusapnya pada bekas-bekas Air yang kini sedikit membasahi piyama rumah sakit Ares.

“Masih sakit? Napas dulu yang bener” Cano bertanya, sedangkan Ares hanya mampu menyunggingkan sedikit senyumnya. Tenaganya seperti terkuras habis walau hanya sekadar untuk menggelengkan kepala.

Sudah dua minggu Ares bangun dengan keadaan yang tak bisa dianggap baik. Tidur selama enam bulan lamanya membuat motorik anak itu terganggu. Apalagi diperparah dengan adanya kejang yang berdampak pada syarafnya. Selain itu, penggunaan ventilator dan alat bantu pernapasan lainnya juga menyebabkan tenggorokan anak itu mengalami infeksi sehingga butuh waktu untuk mengembalikan semuanya ke keadaan normal.

“M..a..f..” Suara yang amat lirih itu menguar, terdengar seperti suara yang tak sampai.

Cano tersenyum hangat sembari membenarkan letak nasal canulla yang tadi sempat bergeser saat ares tersedak.

“Nggak papa. Namanya juga lagi proses sembuh. Ntar lama-lama pasti bisa kok minum dan makan kayak dulu lagi. Nggak perlu mikir macem-macem dulu. Abang, kakak, mama , papa, dan semuanya, nggak ada yang ngerasa direpotin sama Ares. Yang penting Ares cepet sembuh”

Benar-benar terasa seperti mantra untuk Ares. Perkataan Cano, meskipun sederhana namun berhasil menyalurkan getar hangat pada hatinya.

“Ano, kok adeknya diajak ngobrol mulu sih? Tadi kan Ares habis terapi, pasti capek. Kasian kalau kamu ajak ngomong terus” Itu suara Mama yang terdengar bawel. Membuat senyuman terbit diwajah Ares.

“Ares bobok dulu ya sayang?”

Erina menatap Ares lembut. Sedang yang ditatap kini memberikan tatapan manja yang penuh harap, uhh sungguh menggemaskan!

“Iya-iya mama kelonin. Tapi janji harus bobok ya? Nanti sore papa balik lho dari Lombok. Kak Alta juga katanya mau kesini. Kak Archtur sama Langit paling pulang sekolah nanti udah pada geloyoran di lantai sini juga. Jadi kamu tidur dulu, biar nanti enakan bisa ngobrol bareng.” Erina tersenyum hangat. Lalu perlahan menaiki kasur Ares. Untung saja tubuhnya kecil jadi bisa muat berdua. Entahlah, semenjak bangun dari tidur panjangnya dan mengetahui bahwa keluarganya berubah, Ares mulai menunjukkan sisi-sisi lain yang belum pernah ia keluarkan dulu, salah satunya adalah sisi manja seperti saat ini.

“Anaknya mama bahagia ya sama Mama Papa disini. Jangan nyoba pergi lagi. Mama Papa nggak mau kehilangan Ares untuk kedua kalinya. Bobok yang nyenyak sayangnya mama”


-Sea