(60) Tidak sendirian
Keempat remaja tanggung itu berjalan memasuki pintu utama dengan Hadin yang tampak sebagai pemimpin jalan.
Pandangan elangnya ia edarkan ke seluruh penjuru ruang megah itu, hingga matanya menangkap sosok yang amat familiar yang membawa nampan berisi makanan.
“Buat Jeno, Mbok?”
“Astaghfirullahaladzim Den Hadin ngagetin saya aja. Untung tidak jatuh ini mangkuk”
Si Mbok malah menampilkan ekspresi yang membuat Hadin terkekeh geli.
“Aden datang sama siapa? Pertama kali bawa pasukan”
Mbok mencoba mencairkan suasana ketika ia melihat wajah canggung dari remaja lain di sana.
“Ini teman Jeno. Namanya Naran, Juan, sama Isvara”
“Haloo Mbok, saya Naran” Narayan mencoba memulai perkenalan.
“Haduh.. kalian ini gausah sungkan-sungkan.” Mbok Inah mencoba memberikan senyum terbaiknya.
“Udah izin bapak kan, Den?”
“Udah”
“Yaudah ke atas dulu aja.”
“Sini mbok, Hadin bawain aja nampannya.”
“Makasih ya Den. Mbok bentar lagi nyusul sambil bawa kompresan baru. Aden sama temennya duluan aja”
“Siap mbok”
Setelah sampai di lantai dua, Hadin langsung membawa ketiga temannya ke kamar yang terletak tak jauh dari tangga utama.
Cklek
Pintu kamar itu terbuka menampilkan kamar mewah luas yang bernuansa biru. Benar-benar membuat takjub.
Namun, tak sempat mengagumi lebih lanjut desain interior itu, ada satu hal yang paling menarik perhatian semua remaja itu.
Seseorang itu nampak tertidur pulas ditelan selimut sembari diatas hidungnya bertengger apik alat bantu pernafasan.
“Mbok kok gak bilang Hadin kalau Jeno sakitnya kaya gini?”
Hadin memburu Mbok Inah yang baru saja sampai membawa kompresan baru.
“Kemarin malam Den Jeno pingsan pas bareng Bapak.”
Satu kalimat dari Mbok Inah yang langsung membuat Hadin mengerti.
“Ha-din? Kok bisa disini?”
Suara lemah itu meraih atensi semua mata.
“Jeno gak papa?”
Isvara mendekat sembari bertanya. Jeno mengangguk kecil.
“Masih ada yang sakit? Mau gue telfonin bokap gue?” Tanya Naran.
“Nggausah. Udah diperiksa sama om dokter”
“Lo mau apa? Gue jajanin deh segrobaknya kalau perlu”
Juan juga bertanya pada Jeno.
“Jeno pengen nyoba seblak”
“HEH BOCIL!ENGGAK SEBLAK-SEBLAKAN. YANG ADA LO YANG BAKAL GUE SEBLAK”
Hadin langsung memutus keinginan Jeno. Membuat Jeno cemberut.
“Gapapa gak dibolehin Hadin. Ntar belinya sama gue. Yang penting sembuh dulu.” Juan berusaha menghibur.
“Beneran?” Jeno bertanya dengan mata yang berbinar dan juan mengangguk sembari tersenyum sebagai balasan.
“Wahhh jagoan om udah bangun nih?” Sebuah suara asing menyapa dari depan pintu kamar.
“Bentar ya, saya mau periksa Jeno sebentar”
Keempat remaja itu memberikan ruang kepada Damar untuk memeriksa keadaan Jeno.
“Dicoba dibuka ya maskernya. Diganti pakai nasal canula aja.”
Jeno mengangguk.
“Masih ada yang sakit?”
Damar bertanya. Jeno hanya menggeleng.
“Perasan Jeno sekarang bagaimana?”
“Mmm.. sekarang Jeno bahagia. Karena ternyata ada banyak orang yang sayang sama Jeno. Jeno gak sendirian saat bangun. Dan itu rasanya melegakan”
-Sea