(53)

Damar menatap remaja yang sudah ia anggap sebagai anaknya itu dengan tatapan lembut. Anak itu sudah siuman, namun keadaannya masih belum membaik, bahkan saat ini ia diberikan bantuan oxygen agar tetap bisa bernafas.

Dadanya terlihat naik turun tak teratur. Kadang terlihat begitu cepat, kadang bisa nampak dan hilang.

Dan jangan lupakan ruam yang muncul di kulit anak itu belum juga membaik.

“Anak itu penyakitan apa lagi? Kenapa ruam-ruam?” Jeff bertanya pada Damar setelah melihat batang hidung temannya itu di ruang tamu.

“Apa Jeno habis dari ruangan kotor?” Tanya Damar balik.

“Gak tau.” Jeff nampak abai.

“Kalau anaknya sadar, coba tanya. Barangkali dia habis nglakuin sesuatu yang bikin ruam. Jadi biar cepet bisa tahu apa alergi yang dipunya dan penanganannnya”

“Hmm”

Hening sejenak.

“Jeno kenapa?” Damar malah bertanya balik pada Jeff.

“Apanya?” Jeff bertanya balik.

“Bukan lo, kan?”

“Itu gue” suara Jeff melirih namun masih sempat tertangkap oleh telinga Damar.

“Gak nyangka gue bisa sahabatan sama setan semacam Lo Jeff. Gue kecewa..”

“Lo gak tau Dam gimana rasanya jadi gue. Andai dia gak lahir.. Andai dia gak pernah lahir.. Keluarga gue pasti bakal jadi keluarga paling sempurna. Paling bahagia.”

“GOBLOK LO JEFF!”

“KALAU ANAK ITU NGGAK LAHIR, PASTI NYOKAP BOKAP GUE MASIH ADA DI SINI DAM!!!”

“Astaghfirullah, Nyebut Jeff! Itu semu kecelakaan.”

“Tapi kecelakaan itu terjadi waktu mereka mau lihat Jeno lahir. Dan itu terjadi karena anak pembawa sial itu.”

“Gak ada yang namanya anak pembawa sial, Jeff. Semua anak itu lahir sebagai berkah. Kalau lo mikir bahwa Om Dana dan Tante Elina meninggal karena mau jenguk Jeno, kenapa lo juga gak salahin Anne? Hari itu, Jeno lahir dari rahim Anne, Jeff!”

Jeffrey terdiam memikirkan jawaban untuk Damar. Namun belum sempat Ia menjawab, Damar terlebih dahulu memotong pikirannya.

“Satu-satunya alasan kenapa lo gak pernah mikir kesana bukan karena sejatinya lo salahin Jeno sebagai penyebab meninggalnya om dan tante, tapi karena harga diri lo yang terlalu tinggi untuk menerima keistimewaan Jeno. Jeff, gue gapernah capek buat selalu ingetin Lo. Jeno itu berharga. Jeno udah belajar untuk jadi sempurna sesuai presepsi perfect bagi kalian. Sekarang saatnya Lo dan Anne juga belajar gimana caranya ngehargai eksistensi Jeno.”

“Gue pamit duluan.”

Pungkas Damar pamit, meninggalkan jejak pikiran yang mengelana dalam kepala Jeffrey.

-Sea