(52)
Jeno memberhentikan langkah kaki miliknya ketika telah sampai di depan pintu sebuah ruangan.
Sejenak ia membiarkan hening menderanya. Jujur saja, saat ini ia sedikit takut untuk bersitatap dengan sang ayah. Apalagi, pesan yang sebelummya dikirim bunda terngiang-ngiang di kepala kecilnya.
Dengan tangan yang sedikit bergetar, dia mencoba memulai pertemuan malam itu.
Tok tok tok
“Ayah, ini Jeno” suaranya begitu lirih.
“Masuk”
Jeno meneguk salivanya, lalu perlahan memutar knop pintu ruang kerja utama itu.
Pandangannya ia edarkan pada ruangan besar itu dan pada akhirnya matanya menemukan pusat pandangannya, seorang lelaki yang tengah duduk di meja kebesaran miliknya.
Jeff menyadari kehadiran anak itu. Matanya nampak begitu nyalang ketika menelisik Jeno dari jauh.
“Mendekatlah”
Dingin. Begitu dingin suara Jeffrrey kepada Jeno.
Jeno mendekat dengan ragu.
“Tau kesalahan kamu?”
Jeffrey bertanya sembari mendekat. Tangannya ia gunakan untuk mengelus pipi Jeno.
“Je-jeno gak tahu, Yah.”
“Bodoh!” Tangan Jeffrey berhenti mengelus. Tangan besar itu kini berpindah posisi menjadi mencengkram wajah Jeno.
“A-a-ayah.. sakit” Jeno berucap gemetar.
“Tidak ada yang lebih sakit dihati saya selain ketika melihat istri saya menangis dan putra saya mengatakan bahwa ia kecewa dengan saya”
Jeff bersuara nyalang sembari menatap mata itu dengan gurat kebencian.
“BICARA APA KAMU SAMA MARVEN?”
“Maaf ayah, Jeno gak sengaja. Maafin Jeno”
Jeff semakin murka dengan jawaban orang didepannya itu. Tangannya yang masih mencengkram wajah itu segera pindah posisi untuk menjambak rambut jeno.
Dengan keras, ia menarik anak itu menuju kamar mandi. Dan..
Blurp
Tangan besar itu mendorong kepala Jeno dan menahannya untuk masuk ke dalam bath yang terisi air penuh.
“SAYA SUDAH BILANG JENO! BERHENTI MENGACAU!”
Slrrp
“Hah- hah ukh aayah sa-”
Blurp
Lagi, tangan itu membawa kepala Jeno masuk ke dalam bak.
“ANAK SIAL KAMU! SAYA SUDAH BILANG JIKA KAMU TIDAK BERGUNA UNTUK SAYA, JANGAN GANGGU HIDUP SAYA!! JANGAN PERNAH GANGGU MARVEN LAGI!!”
Slrrpp
“Ukh-a yah ma af ud-”
Blurp
“KAMU BENAR BENAR MENGECEWAKAN, JENO! KAMU ANAK CACAT! TIDAK BISA DIBANGGAKAN! KAMU ADALAH AIB TERBESAR SAYA! SAMPAH DALAM KELUARGA SAYA YANG SEMPURNA”
Jeff menatap tangan besarnya yang saat ini masih menahan kepala bocah-yang merupakan putranya sendiri- di dalam bak air itu. Mata Jeff memanas melihat perlakuannya sendiri. Namun entah mengapa, setiap melihat Jeno, ia seperti melihat kecacatan dalam diri sempurnanya. Dan itu membuatnya selalu ingin marah pada anak itu.
1 detik... 5 detik... 20 detik...
Jeff menatap tubuh di depannya yang saat ini tak menunjukkan pergerakan apapun, kecuali punggungnya yang terlihat bergetar hebat.
Tepat di detik ke 25, Jeffrey terhenyak. Sekelebat kesadaran datang menghampirinya ketika ia melihat ruam muncul di kulit tubuh Jeno.
Sllrppp
Diangkatnya tubuh yang sudah tampak seperti mayat itu. Kali ini, Jeffrey tak lagi mendengar suara memohon dari Jeno seperti sebelumnya. Yang ia lihat hanya raut muka dengan kepasrahan juga mata yang begitu redup dalam menatapnya.
Mata redup itu kini juga beralih menatap seorang bidadari yang ikut berdiri di depan pintu kamar mandi. Pandangan menjijikkam yang dilontarkan wanita itu membuat harapan Jeno pupus.
Tak ada yang menyukainya hidup di dunia ini. Tak ada yang mengharapkan setiap nafasnya. Bahkan tak ada yang mau merestui setiap detak yang ada di jantungnya.
“Yah, Bun.. ma..af”
Suara lirih itu akhirnya terucap bersamaan dengan tubuh kurus yang limbung dalam dekapan ayahnya.
-sea